Bagiku,
dan bagi semua umat islam, Al Qur’an laksana sebuah mutiara
Berkilau
baik bahagian luar maupun dalamnya
Patut
dijaga dan dipelihara
Jangan
sampai jatuh, sehingga cacat rupanya
Bagi
anak Soekarno ini (Racmawati) lain lagi
Mutiara
itu adalah UUD 1945 yang asli,
Yang
menurutnya, bapaknya-lah yang telah banyak berkontribusi
Meski
UUD ini telah menelurkan pemerintahan otoriter dua kali
Dengar
ucapannya:
“para mahasiswa dan masyarakat
untuk kembali ke jalan yang benar dengan mengembalikan
kiblat bangsa Indonesia melalui jalan jihad di tanggal 2 Desember.” “UUD kita diubah, diamandemen;” “rusak, konstitusi kita menjadi bersifat
liberal kapitalis.” “persoalan bangsa Indonesia kini multikompleks dan makin
memuncak lewat dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok).” (Sumber: Yahoo Indonesia)
Tidak sadarkah dia
bahwa tatkala UUD ini dilahirkan bapaknya berpidato bahwa UUD
ini untuk sementara
dan akan disempurnakan kemudian (diwaktu-waktu berikutnya)
terutama jika parlemen yang terpilih oleh rakyat telah
terbentuk, dan UUD yang baru, yang lebih sempurna,
berhasil
dirumuskannya.
Tetapi, perkembangan selanjutnya
Parlemen tidak berhasil dalam menentukan dasar negara
Apakah mau berdasarkan agama (islam) atau sekular (nasional),
pancasila
Sehingga Soekarno mengeluarkan Dekrit, dan buahnya adalah
Demokrasi Terpimpin; Soekarno penuh berkuasa
Soekarno tetap memberlakukan UUD 1945 yang asli, yang terumus
sejak awalnya
Yang hanya berjumlah 46 pasal itu; terlalu ringkas untuk
sebuah negara besar (multi-kultur, etnik, agama) seperti Indonesia
Karena begitu ringkasnya, maka interpretasi atas pasal-pasar oleh yang berkuasa menjadi
suka-suka
Soekarno menggunakan UUD 1945 ini untuk menyingkirkan lawan-lawan
politiknya
Soeharto, meski benci kepada Soekarno namun pelaksana setia
Pelaksana setia ide Soekarno. Ia pun menggunakan UUD 1945
untuk menopang teguh kekuasaannya
Lawan-lawan politiknya, dengan menggunakan UUD ini,
disingkirkan juga
Kapitalisme (keluarga, golongan) tumbuh subur; liberalisme ekonomi
–yang terbuka untuk lainnya- dibuat sirna
Dari fakta sejarah ini, patutkah kosakata “jihad” dilekatkan
untuk UUD 1945 yang telah melahirkan kekuasaan
otoriter dan
diskriminatif?
Sebuah pikiran naif
Yang meneriakannya berupaya untuk memanipulatif
Memanipulatif emosi massa agar bertindak destruktif; dan
akhirnya keinginan pribadinya tercapai efektif
Jihad, berupaya sekuat tenaga dan serius untuk menegakkannya,
hanya cocok bagi aplikasi Al Qur’an
Firman Tuhan
Bukan kreasi manusia, yang sarat dengan kelemahan
Manusia jangan didewa-dewakan
Apakah iya si Ahok telah menista Al Qur’an?; kita harus
bertindak adil; jangan asal-asalan
Apakah yang pertama sekali melontarkan isi surah Al Maidah 51
untuk tujuan politik tidak dianggap menistakan?
Malahan mereka kini menjadi pahlawan?
Penggunaan Al Qur’an hanya untuk sebuah golongan, untuk
pemenangan meraih kekuasaan, menurutku lebih dari sekedar
penistaan.
Harkat Al Qur’an –olehnya—hanya sekedar alat, bukan akhir tujuan
Aku bukan kaki tangan si Ahok; yang ingin membelanya
mati-matian
Tetapi aku menginginkan keadilan;
Seperti Buya Safi’i Ma’arif (mungkin), yang menginginkan Al
Qur’an diacu secara keseluruhan
Tidak seayat-seayat; atau sebagian-sebagian
Aku kuatir, malahan, bangsa ini akan segera mendapat laknat
Karena kebodohannya telah begitu mencuat
Hanya terpaku pada satu ayat
Sementara ayat-ayat lainnya dibiarkan lewat
Mengapa tidak demo ke DPR?; penghianat negara telah kembali
menjadi ketua
Penjual bangsa telah kembali memimpin salah satu institusi
tinggi negara
Hendak ke mana kita, bangsa Indonesia?
yang beragama hanya
mengekor; hati dan logika jernih dianggap tidak berguna
"Memainkan pesona uang tunai & emosi agama adalah cara teroportunis,
& seperti bermain api di pom bensin. Bahaya untuk kesehatan bernegara &
berbangsa" (Budinan Sudjatmiko)