Telah
kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial
yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari
kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta
masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Quran, dzikir-dzikir, dan
disertai doa-doa tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian
materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali
bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah
"Tahlilan".
Acara ini biasanya
diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum
penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh.
Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya
acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun
terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara
tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan.
Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang
berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan "lebih dari
sekedarnya" cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga
acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya. Entah
telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari
menjadi suatu kelaziman.
Konsekuensinya, bila ada yang tidak
menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia
diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah
membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: "wajib") untuk
dikerjakan dan sebaliknya, bidah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Para pembaca, pembahasan kajian
kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun
sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa
kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu
Al Quran dan As Sunnah.
Sebenarnya acara tahlilan semacam
ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim
sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus
dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang
sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada
Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wataala telah
berfirman (artinya):
"Maka jika kalian berselisih
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Ar
Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya." (An
Nisaa: 59)
Historis Upacara Tahlilan
Para pembaca, kalau kita buka
catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa
Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam, di masa para sahabatnya dan para Tabiin
maupun Tabiut tabiin. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para
Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafii, Ahmad,
dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari
mana sejarah munculnya acara tahlilan?
Awal mula acara tersebut berasal
dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang
mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk
penghormatan dan mendoakan orang yang telah meninggalkan dunia yang
diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan
secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain.
Yaitu dengan cara mengganti
dzikir-dzikir dan doa-doa ala agama lain dengan bacaan dari Al Quran, maupun
dzikir-dzikir dan doa-doa ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa
mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan
sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam
Acara tahlilan –paling tidak–
terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:
Pertama : Pembacaan beberapa
ayat/ surat Al Quran, dzikir-dzikir dan disertai dengan doa-doa tertentu yang
ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.
Kedua : Penyajian hidangan
makanan.
Dua hal di atas perlu ditinjau
kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan
berasal dari ajaran Islam.
Pada dasarnya, pihak yang
membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih)
melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan)
dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman
ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Quran, berdzikir ataupun
berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan
dengan niatan shadaqah.
1. Bacaan Al Quran, dzikir-dzikir,
dan doa-doa yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.
Memang benar Allah subhanahu
wataala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Quran, berdzikir dan
berdoa.
Namun apakah pelaksanaan
membaca Al Quran, dzikir-dzikir, dan doa-doa diatur sesuai kehendak pribadi
dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu
(yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa
merujuk praktek dari Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam dan para sahabatnya
bisa dibenarkan.
Kesempurnaan agama Islam
merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh
Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wataala berfirman
(artinya):
"Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas
kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian." (Al Maidah: 3)
Juga Rasulullah shalAllahu alaihi
wasallam bersabda:
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ
الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
"Tidak ada suatu perkara
yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar
(neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya." (H.R Ath Thabrani)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan
suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh
ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun
perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalAllahu alaihi
wasallam.
Suatu ketika Rasulullah
shalAllahu alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang
pertama menyatakan: "Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur
malam", yang kedua menyatakan: "Saya akan bershaum (puasa) dan tidak
akan berbuka", yang terakhir menyatakan: "Saya tidak akan
menikah", maka Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam menegur mereka,
seraya berkata: "Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti
itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula
tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka
bukanlah golonganku." (Muttafaqun alaihi)
Para pembaca, ibadah
menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wataala kecuali
bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk
Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam.
Allah subhanahu wataala
menyatakan dalam Al Quran (artinya):
"Dialah Allah yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling
baik amalnya." (Al Mulk:
2)
Para ulama ahli tafsir
menjelaskan makna "yang paling baik amalnya" ialah
yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalAllahu
alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang
menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan
ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalAllahu
alaihi wasallam.
Atas dasar ini, beramal dengan
dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits
tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam, maka
amalan tersebut tertolak. Simaklah firman Allah subhanahu wataala
(artinya): "Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa
mereka telah berbuat sebaik-baiknya". (Al Kahfi: 103-104)
Lebih ditegaskan lagi dalam
hadits Aisyah radhiAllahu anha, Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang beramal
bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak." (Muttafaqun alaihi, dari lafazh
Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah
sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ
البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ
"Hukum asal dari suatu
ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang
memerintahkannya."
Maka beribadah dengan dalil
istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam Islam. Karena tidaklah suatu
perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya
menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan
bila Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek. Lebih
menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafii:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
"Barang siapa yang
menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah
–pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara (syariat) sendiri".
Kalau kita mau mengkaji lebih
dalam madzhab Al Imam Asy Syafii tentang hukum bacaan Al Quran yang
dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala
bacaan Al Quran tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil
dengan firman Allah subhanahu wataala (artinya):
"Dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya". (An Najm: 39), (Lihat tafsir
Ibnu Katsir 4/329).
2. Penyajian hidangan makanan.
Memang secara sepintas pula,
penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan
dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan
tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan
tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri.
Bukan hanya saja tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam bahkan perbuatan ini
telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiAllahu anhum.
Jarir bin Abdillah radhiAllahu
anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam– berkata: "Kami
menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta
penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah
(meratapi mayit)." (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Sehingga acara berkumpul di rumah
keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan
yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalAllahu
alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah
seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafii dalam masalah ini. Kami
sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafii, karena mayoritas kaum
muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafii.
Al Imam Asy Syafii rahimahullah
berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu Al Um (1/248): "Aku membenci acara
berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit –pent) meskipun tidak disertai
dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan
mereka." (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal.
211)
Al Imam An Nawawi seorang imam
besar dari madzhab Asy Syafii setelah menyebutkan perkataan Asy Syafii diatas
didalam kitabnya Majmu Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: "Ini adalah
lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau.
Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi
dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang
diada-adakan dalam agama (bidah –pent).
Lalu apakah pantas acara tahlilan
tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafii? Malah yang semestinya,
disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk
keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami.
Sebagaimana bimbingan Rasulullah
shalAllahu alaihi wasallam dalam hadistnya:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا
فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ
"Hidangkanlah makanan buat
keluarga Jafar, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan
mereka." (H.R Abu
Dawud, At Tirmidzi dan lainnya)
Mudah-mudahan pembahasan ini bisa
memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya
permasalahan. Wallahu alam.
(Dikutip dari: assalafy):www.suaramedia.com
Sumber : Tahlil Dalam Perspektif Al-Qur’an dan
As-Sunnah (Kajian Kitab Kuning), oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad. dan Dokumen
Penting Tentang Masalah Agama Islam, oleh : KH. Manshur Shaleh.
sumber http://masdodod.wordpress.com
Lebih 200 DALIL DARI
KITAB WEDHA (KITAB SUCI UMAT HINDU) TENTANG SELAMATAN 1,7,10,100
hari,nyewu, dll.
April
24, 2012
0leh : ROMO PINANDHITA SULINGGIH WINARNO, (sarjana agama hindu(s1) & pendeta berkasta brahmana, kasta brahmana adalah kasta/tingkatan tertinggi pada umat hindu).
Alhamdulillah yang sekarang beliau Romo Pinandhita
Sulinggih Winarno menjadi Mualaf/masuk Islam lalu beliau mengubah namanya
menjadi Abdul Aziz, sekarang beliau tinggal di Blitar- Jawa Timur. Dulu beliau
tinggal di Bali bersama keluarganya yang hindu, Beliau hampir dibunuh karena
ingin masuk islam, beliau sering di ludahi mukanya karena ingin beragama islam
& alhamdulillah ayahnya sebelum meninggal beliau juga memeluk agama islam.
Abdul aziz berharap seluruh kaum muslimin membantu mempublikasikan,menyebarkan
materi dibawah ini. Jazakumullahu khoiran katsira.
Kesaksian
mantan pendeta hindu: abdul aziz bersumpah atas asma Allah bahwa
selamatan, ketupat, tingkepan, & sebahagian budaya jawa lainnya adalah
keyakinan umat hindu dan beliau menyatakan tidak kurang dari 200 dalil dari
kitab wedha (kitab suci umat hindu) yang menjelaskan tentang keharusan
selamatan bagi pemeluk umat hindu, demikian akan saya uraikan fakta dengan
jelas dan ilmiyah dibawah ini :
1.
Di dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap ida sang hyang widhi wasa
mencapai alam moksa, diperintahkan untuk selamatan/kirim do’a pada 1 harinya, 2
harinya, 7 harinya, 40 harinya, 100 harinya, mendak pisan, mendak pindho, nyewu
(1000 harinya).
Pertanyaan
????? apakah anda orang islam juga melakukan
itu ?????
ketahuilah
bahwa TIDAK AKAN PERNAH ANDA TEMUKAN DALIL DARI AL-QUR’AN &
AS-SUNNAH/hadits shahih TENTANG PERINTAH MELAKUKAN SELAMATAN, bahkan
hadits yang dhoif(lemah)pun tidak akan anda temukan ,akan tetapi kenyataan dan
fakta membuktikan bahwa anda akan menemukan dalil/dasar selamatan,dkk,justru
ada dalam kitab suci umat hindu,
COBA
ANDA BACA SENDIRI DALIL DARI KITAB WEDHA (kitab suci umat hindu)
DIBAWAH INI:
a.
Anda buka kitab SAMAWEDHA halaman 373 ayat pertama, kurang lebih
bunyinya dalam bahasa SANSEKERTA sebagai berikut: PRATYASMAHI BIBISATHE
KUWI KWIWEWIBISHIBAHRA ARAM GAYAMAYA JENGI PETRISADA DWENENARA.
ANDA BELUM PUAS, BELUM YAKIN, ???
b.
Anda buka lagi KITAB SAMAWEDHA SAMHITA BUKU SATU,BAGIAN SATU,HALAMAN 20.
Bunyinya : PURWACIKA PRATAKA PRATAKA PRAMOREDYA RSI BARAWAJAH MEDANTITISUDI
PURMURTI TAYURWANTARA MAWAEDA DEWATA AGNI CANDRA GAYATRI AYATNYA AGNA AYAHI
WITHAIGRANO HAMYADITAHI LILTASTASI BARNESI AGNE.
Di
paparkan dengan jelas pada ayat wedha diatas bahwa lakukanlah pengorbanan
pada orang tuamu dan lakukanlah kirim do’a pada orang tuamu dihari pertama, ke
tiga, ke tujuh, empat puluh, seratus, mendak pisan, mendhak pindho, nyewu(1000
harinya).
Dan
dalil-dalil dari wedha selengkapnya silahkan anda bisa baca di dalam buku karya
Abdul aziz (mantan pendeta hindu) berjudul “mualaf menggugat selamatan”,
di paparkan TIDAK KURANG DARI 200 DALIL DARI “WEDHA” kitab suci umat
hindu semua.
JIKA ANDA BELUM YAKIN, MASIH NGEYEL,,, ?
c.
Silahkan anda Buka dan baca kitab MAHANARAYANA UPANISAD.
d.
Baca juga buku dengan judul ,“NILAI-NILAI HINDU DALAM BUDAYA JAWA”,
karya Prof.Dr. Ida Bedande Adi Suripto (BELIAU ADALAH DUTA DARI AGAMA HINDU
UNTUK NEGARA NEPAL, INDIA, VATIKAN, ROMA, & BELIAU MENJABAT SEBAGAI
SEKRETARIS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA).
Beliau
menyatakan SELAMATAN SURTANAH, GEBLAK, HARI PERTAMA, KE TIGA, KE TUJUH,
KE SERATUS, MENDHAK PISAN, MENDHAK PINDHO, NYEWU (1000 harinya) ADALAH
IBADAH UMAT HINDU dan beliau menyatakan pula NILAI-NILAI HINDU SANGAT KUAT
MEMPENGARUHI BUDAYA JAWA,
ADI
SURIPTO DENGAN BANGGA MENYATAKAN UMAT HINDU JUMLAH PENGANUTNYA MINORITAS
AKAN TETAPI AJARANNYA BANYAK DI AMALKAN MASYARAKAT , yang maksudnya sejak
masih dalam kandungan ibu-pun sebagian masyarakat melakukan ritual TELONAN
(selamatan bayi pada hari ke 105 (tiap telon 35 hari x 3 =105 hari sejak hari
kelahiran )), TINGKEPAN (selamatan untuk janin berusia 7 bulan).
e.
Baca majalah “media hindu” tentang filosofis upacara NYEWU (ritual selamatan pada
1000 harinya sejak meninggal). Dan budaya jawa hanya tinggal sejarah
bila orang jawa keluar dari agama hindu.
f.
Jika anda kurang yakin, Masih ngeyel dan ingin membuktikan sendiri anda bisa
meneliti kitab wedha datang saja ke DINAS KEBUDAYAAN BALI,
mereka siap membantu anda. atau Telephon Nyi Ketut Suratni : o857 3880
7015 (dia beragama Hindu tinggal di Bali, wawasanya tentang hindu cukup luas
dia bekerja sebagai pemandu wisata ).
g.
APA DASAR YANG LAIN DIDALAM HINDU ??? :
#
RUKUN IMAN HINDU (PANCA SRADA) yang harus diyakini umat hindu
1. Percaya adanya sang hyang widhi.
2. Percaya adanya roh leluhur.
3. Percaya adanya karmapala.
4. Percaya adanya smskra manitis.
5. Percaya adanya moksa.
#
PANCA SRADA punya rukun, yaitu:
• PANCA YAJNA (artinya 5 macam selamatan).
1.
Selamatan DEWA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan,” memetri
bapa kuasa ibu pertiwi “).
2.
Selamatan PRITRA YAJNA (selamatan yang DI TUJUKAN PADA
LELUHUR).
3.
Selamatan RSI YAJNA (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do’a
yang ditujukan pada Guru, biasanya di punden/ndanyangan ). Kalau di
kota di namakan dengan nama lain yaitu “SELAMATAN KHAUL” memperingati
kiyainya/gurunya & semisalnya , yang meninggal dunia.
4.
Selamatan MANUSIA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran
atau dikota disebut “ULANG TAHUN” ).
5.
Selamatan BUTA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan ),
misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat islam (jawa)
melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan ramadhan yang disebut
“selamatan MEGENGAN”.
Fenomena
diatas tidak diragukan lagi karena pengaruh agama hindu/budaya jawa/nenekmoyang
.
Allah
berfirman: “ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah apa yang
telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa yang kami
dapati pada nenek moyang kami (melakukan-nya).”padahal, nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah,170).
“mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan,
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka” (QS.An-Najm,23).
Dan
Allah juga berfirman: dan apabila dikatakan pada mereka,”mari lah
(mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.”mereka
menjawab,”cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami
(mengerjakannya) .”apakah (mereka akan mengikuti)juga nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk ? (QS.Al-Maidah,104)
#
AKIBAT YANG TIDAK DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:
Pertanyaan
?
orang tua kalau tidak diselamati apa
rohnya gentayangan?
Buka
dalilnya DIKITAB SUCI UMAT HINDU dikitab SIWASASANA HALAMAN 46-47 CETAKAN TAHUN
1979. Bagi yang tidak mau selamatan mereka di peralina hidup kembali dalam
dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau
anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena
mereka meyakini roh nya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda
bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (jum’at legi) keris atau
jimat di beri bunga & sajen-sajen.
DEWA ASURA akan marah besar jika orang
tidak mau melakukan selamatan maka dewa asura akan mendatangkan bala/bencana
& membunuh manusia yang ada di dunia.
DEWA ASURA atau dikenal dalam masyarakat
dengan nama BETHARAKALA , anak ontang anting harus diruwat ( ritual
dengan selamatan & sajen) karena takut betharakala , sendhang kapit
pancuran (anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat
karena takut betharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala
( nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara & barat, karena
takut celaka ).
# AKIBAT YANG DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:
Dalam
keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke
surga.
2. NASI TUMPENG
Konsep
dalam agama hindu : dalam kitab MANAWA DHARMA SASTRA WEDHA SMRTI ,BAGI
ORANG YANG BERKASTA SUDRA (KASTA YANG RENDAH) YANG TIDAK BISA MEMBACA KALIMAT
PERSAKSIAN :
HOM
SUWASTIASU HOM AWI KNAMASTU EKAM EVA ADITYAM BRAHMAN , BAGI YANG TIDAK BISA
MENGUCAPKAN KALIMAT DALAM BAHASA SANSEKERTA DIATAS SEBAGAI PENGGANTINYA MAKA
MEREKA CUKUP MEMBIKIN TUMPENG, BENTUKNYA ADALAH SEGITIGA, SEGITIGA YANG
DIMAKSUT ADALAH TRIMURTI (SHIVA, VISHNU, BRAHMA=>BRAHMAN) ARTINYA TIGA
MANIFESTASI IDA SANG HYANG WIDHI WASA , UMAT HINDU MENGATAKAN BARANGSIAPA
YANG MEMBIKIN TUMPENG MAKA DIA SUDAH BERAGAMA HINDU.
Dikitab BAGHAWAGHITA di jelaskan TUHAN nya orang
hindu lagi minum dan ditengahnya ada tumpeng, dan di depan dewa brahma ada
sajen-sajen
3.
Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa
sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat
hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa,
dalam hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat
menggunakan sebar/sawur bunga, uanglogam, beraskuning,dll, lalu bunga di
ronce(dirangkai dengan benang )lalu di taruh/dikalungkan di atas beranda mayat.
Hindu meyakini :
a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan dewa
brahma.
b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan dewa
wisnu.
c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan dewa
siwa.
Umat
hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do’a ( muspha/trisandya)
& pewangi.
4. KETUPAT
Didalam
hindu roh anak menjelang hari raya pulang kerumah, sebagai penghormatan
orang tua kepada anak, maka biasanya hindu setelah hari raya di pasang kupat
diatas pintu dan di bagi-bagikan tetangga.
Pertanyaan
? apakah anda tahu dasarnya setelah hariraya idulfitri ada hari raya
kupatan/ketupat ? apa dasarnya? DEMI ALLAH tidak ada satu dalilpun perintah
Allah dari Al-Qur’an dan As-sunnah tentang perbuatan tersebut diatas.
sungguh
Allah berfirman: “mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan,
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka” (QS.An-NAJM:23).
“ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah
apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa
yang kami dapati pada nenek moyang kami(melakukan-nya).”padahal, nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah:170)
#
KESIMPULAN
TRADISI-TRADISI SALAH YANG MEMBUDAYA : tradisi
keliru dan telah membudaya pada masyarakat kita yang kita sebutkan diatas,
bukan untuk diikuti akan tetapi untuk dijauhi. Bahwa setidaknya ada dua alasan
mereka melakukan tradisi-tradisi tersebut :
1.
Mereka berpedoman dengan hadits palsu;
2.
Sebagian dari mereka hanya sekedar ikut-ikutan (mengekor) terhadap tradisi yang
berjalan disuatu tempat.
Mereka
akan mengatakan bahwa ini adalah keyakinan para pendahulu dan nenek moyang
mereka !
Saudaraku
sekalian, argumentasi”apa kata orang tua”, bukan lah jawaban ilmiyah dari
seorang muslim yang mencari kebenaran. Apalagi masalah ini menyangkut baik
buruknya aqidah seseorang. Maka, permasalahan ini harus didudukkan dengan
timbangan AL-QUR’AN AS-SUNNAH AS SHAHIHAH.
Sikap
mengekor kepada pendahulu dan nenek moyang dengan tanpa memperdulikan
dalil-dalil syar’i merupakan perbuatan yang keliru, karena sikap tersebut
menyerupai orang-orang quraysy, ketika diseru oleh Rasulullah untuk beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Apa
jawab mereka ? silahkan anda baca al-qur’an surat az-zuhruf ayat 22 &
asy-syu’ara ayat 74.
“bahkan mereka berkata,’sesungguhnya kami
mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau
bawa)dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti
jejak mereka” (Qs.az
Zuhruf,22).
Jawaban
seperti ini serupa dengan apa yang dikatakan kaum Nabi Ibrahim, ketika mereka
diajak meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Mereka mengatakan,” kami
dapati bapak-bapak kami berbuat demikian(yakni beribadah kepada
berhala).”(QS.Asy Syu’ara,74).
#
PENUTUP
Demikian
wahai saudaraku persaksian yang dapat saya sampaikan. mari janganlah mencampur
adukkan ajaran hindu dengan ajaran islam. misalnya jika anda tidak berani
mendakwahi atau menyampaikan pada saudara kita sebahagian umat islam yang masih
melakukan selamatan dan sebagainya adalah dari Hindu bukan ajaran islam.
misal
Jika anda merasa malu, gak enak (ewuh pakewuh) menyampaikan atau mendakwahi
kepada saudara kita muslim yang masih melakukan selamatan dan sebagainya atau
malu gara-gara kita menegakkan Al-Qur’an & As-Sunnah , anda keliru besar.
Ingat
janji-Nya, Allah berfirman: sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin,
baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka-,,,,(QS.At-Taubah,111).
Marilah
masing-masing kita selalu berbenah dan memperbaiki diri. Semoga Allah
memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita dan seluruh kaum muslimin.
Aamiin.
Wallahu
a’lam.
Oleh : Abdul Aziz.
Allah
berfirman : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
maka niscaya DIA(Allah) akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu
(Qs.Muhammad,7) .
Mohon
disebarluaskan dengan menjaga keaslian tulisan tanpa di tambah maupun
dikurangi.
Barakallahu
fikum…
riwayat
Anas bin malik-,,,- Rasulullah bersabda: diantara tanda-tanda hari kiamat
adalah hilangnya ilmu (keislaman), maraknya kebodohan(tentang islam),,,-(HR.bukhari(no,81)).
(HR.muslim,no1856).
riwayat
dari abdullah bin amru bin al-ash-,,,-, bahwa Rasul bersabda : "sesungguhnya Allah
azzawajalla tidak menghilangkan ilmu (keislaman) dengan cara mencabutnya dari
dada umat manusia, tetapi Allah menghilangkan ilmu (keislaman) dengan
memwafatkan para ulama, sehingga tidak ada seorang ulama pun yang tertinggal. kemudian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu mereka di
tanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan."
(HR.Muslim,no:1858), dengan sanad sahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar